Makalah Agama Islam (Islam dan Implikasinya dalam Kehidupan)

Minggu, 20 Juli 2014
A.    Pengertian dan Karakteristik Agama Islam serta Ruang Lingkupnya

    Islam berasal dari bahasa arab yaitu aslama yang berarti berserah diri, masuk dalam ke dalam. Orang yang berserah diri disebut muslim. Agama islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW yang terdapat pada kitab suci Al-Quran dan sunnah dalam bentuk perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1.    Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia. Allah telah menciptakan manusia sesuai fitrah Allah.
2.    Ajaran Agama Islam adalah agama yang sempurna. Dalam ajaran Agama Islam telah ditetapkan tentang beberapa makanan haram/halal.
3.    Kebenaran Agama Islam mutlak. Agama Islam merupakan agama yang berasal dari Allah SWT, jadi tidak ada kerugian didalamnya.
4.    Islam mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.
5.    Islam fleksibel dan ringan.
6.    Islam, ajaran yang universal, terasa bagi seluruh manusia.
7.    Islam rasional.
8.    Islam agama tauhid, hanya menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT.
9.    Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dalam ajaran agama islam, inti ajarannya ada 3 hal yaitu aqidah, syariah, dan akhlaq. Aqidah berhubngan dengan keyakinan terhadap Allah SWT. Syariah berhubungan dengan aturan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT dan Akhlaq berhubungan dengan moral, perilaku terhadap Allah SWT, terhadap sesama maupun terhadap lingkungan.

    Dalam menjalani kehidupan, masyarakat beragama islam berpegang teguh kepada hukum islam. Sumber hukum islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah (al hadits) dan disempurnakan dengan akal manusia yang mengenal islam secara mendalam (ijtihad). Fungsi utama hukum islam yaitu : fungsi ibadah, fungsi amar ma’ruf wa nahi Munkar.
B.    Pengertian dan Ruang Lingkup Islam

    Islam adalah agama Allah yang bersifat mutlak. Ruang lingkupnya meliputi seluruh alam semesta.

C.    Sumber Ajaran Islam
    Kitabullah (Alquran) yaitu kitab Allah yang berisi tuntunan hidup umat manusia. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
    As- sunnah (Hadist) yaitu Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.

D.    PENGERTIAN DAN PENTINGNYA THAHARAH

    Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau najis hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan maksiat. Adapun menurut istilah syara’, thaharah ialah bersih dari najis baik najis haqiqi, yaitu khabats (kotoran) atau najis hukmi, yaitu hadas. Khabats ialah sesuatu yang kotor menurut syara. Adapun hadats ialah sifat syara’ yang melekat pada anggota tubuh dan ia dapat menghilangkan thaharah (kesucian).

    Imam an-Nawawi mendefinisikan thaharah sebagai kegiatan mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang serupa dengan kedua kegiatan itu, dari segi bentuk atau maknanya. Tambahan diakhir definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Hanafi bertujuan supaya hukum-hukum berikut dapat tercakup, yaitu tayamum, mandi sunnah, memperbarui wudhu, membasuh yang kedua dan ketiga dalam hadats dan najis, mengusap telinga, berkumur, dan kesunnahan thaharah, thaharah wanita mustahadhah, dan orang yang mengidap kencing berterusan.

    Definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Maliki dan Hambali adalah sama dengan definisi ulama Madzhab Hanafi. Mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat, yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.

E. Jenis Thaharah

    Dari definisi diatas, maka thaharah dapat dibagai menjadi dua jenis, yaitu thaharah hadats (menyucikan hadats) dan thaharah khabats (menyucikan kotoran). Menyucikan hadats adalah khusus pada badan. Adapun menyucikan kotoran adalah merangkumi badan, pakaian, dan tempat. Menyucikan hadats terbagi kepada tiga macam, yaitu hadats besar dengan cara mandi, menyucikan hadats kecil dengan cara wudhu, dan ketiga adalah bersuci sebagai ganti kedua jenis cara bersuci di atas, apabila memang tidak dapat dilakukan karena ada udzur, yaitu tayamum. Menyucikan kotoran (khabats) juga dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mem basuh, mengusap, dan memercikkan. Oleh sebab itu, thaharah mencakup wudhu, mandi, menghilangkan najis, tayamum, dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya.

F. Pentingnya Thaharah

    Thaharah amat penting dalam Islam baik thaharah haqiqi, yaitu suci pakaian, badan, dan tempat shalat dari najis; ataupun thaharah hukmi, yaitu suci anggota wudhu dari hadats, dan suci seluruh anggota zahir dari janabah (junub); sebab ia menjadi syarat yang tetap bagi sahnya shalat yang dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari. Oleh karena shalat adalah untuk menghadap Allah SWT, maka menunaikannya dalam keadaan suci adalah untuk mengagungkan kebesaran Allah SWT. Meskipun hadats dan janabah bukanlah najis yang dapat dilihat, tetapi ia tetap merupakan najis ma’nawi yang menyebabkan tempat yang terkena olehnya menjadi kotor. Oleh sebab itu, apabila ia ada, maka ia menyebabkan cacatnya kehormatan dan juga berlawanan dengan prinsip kebersihan. Untuk menyucikannya, maka perlu mandi. Jadi, thaharah dapat menyucikan rohani dan jasmani sekaligus.

    Islam sangat memerhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi; maddi (lahiriah) dan ma’nawi (rohani). Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan, dan juga membuktikan bahwa Islam adalah contoh tertinggi bagi keindahan, penjagaan kesehatan, dan pembinaan tubuh dalam bentuk yang paling sempurna, juga menjaga lingkungan dan masyarakat supaya tidak menjadi lemah dan berpenyakit. Karena, membasuh anggota lahir yang terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman- kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi setiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran.

    Menurut kedokteran, cara yang paling baik untuk mengobati penyakit berjangkit dan penyakit-penyakit lain ialah dengan cara menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah suatu langkah untuk mengantisipasi diri dari terkena penyakit. Sesungguhnya antisipasi lebih baik daripada mengobati.

    Allah SWT memuji orang yang suka ber- suci (mutathahhirin) berdasarkan firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
 
"... Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri." (al-Baqarah: 222)

    Seorang Muslim hendaklah menjadi contoh bagi orang lain dalam soal kebersihan dan kesucian, baik dari segi lahir maupun batin. Rasulullah saw. bersabda kepada sekelompok sahabatnya, "Apabila kamu datang ke tempat saudara-saudara kamu, hendaklah kamu perindah atau perbaiki kendaraan dan pakaian kamu, sehingga kamu menjadi perhatian di antara manusia. Karena, Allah tidak suka perbuatan keji dan juga keadaan yang tidak teratur."

G.     Shalat dan Implikasinya dalam Kehidupan
    Dalam ajaran Islam, shalat merupakan ibadah yang sangat penting. Karena sangat pentingnya shalat, maka shalat dipandang sebagai tiang agama. Shalat, digariskan sebagai ibadah yang mampu mencegah umat muslim dari perbuatan keji dan munkar, seperti Allah tegaskan dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Bacalah kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ankabut 29:45)
Dengan shalat yang khusyuk akan membawa implikasi terhadap orang yang melakukannya. Beberapa dimensi yang mengarah pada beberapa implikasi antara lain sebagai berikut:
1.    Implikasi Ubudiah (Hubungan manusia dengan Allah):
Allah maha pengasih lagi penyayang, betapa banyak karunia Allah kepada manusia, dan Allah memberikan kesempatan terus kepada manusia untuk menghambakan diri kepada-Nya, memberi ruang kepada hambanya untuk meminta yaitu melalui shalat dengan shalat kita dapat berdoa, memohon, mencurahkan isi hati, saat itulah manusia menghadapkan dirinya kepada Allah. Dari implikasi ini dapat dikatakan bahwa shalat merupakaan.
1.      Sarana dialog dan doa kepada Allah: Al-Baqarah ayat 45-46: “Dan Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan Shalat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
2. Sarana penghambaan kepada Allah: Ibrahim: 14 ayat 40: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doa kami.” dan Al-An-am :6 ayat 162: “Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan Seluruh Alam.”
3. Sarana untuk selalu mengingat Allah, Q.S. Thaha: 20 ayat 14: “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku dan laksanakan shalat untuk mengingat Aku.”
2.    Implikasi Sosial : Muamalah (Hubungan manusia dengan manusia lain)
1. Pembelajaran demokrasi melalui shalat jamaah di masjid implikasi sosial  antara lain, mendidik umat manusia untuk berlaku demokratis. Sewaktu melaksanakan ibadah shalat berjamaah di mushalla atau masjid, antar kaum muslimin tidak ada perbedaan; tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, bawahan dan atasan, kaum elit dan rakyat biasa dan sebagainya. Seseorang yang paling awal datang ke mushalla atau masjid untuk shalat berjamaah, dia memiliki hak untuk menempatkan diri pada barisan terdepan. Implikasi sosial lebih lanjut bisa dilihat bila seorang muslim kembali ke tengah-tengah masyarakat, dia akan mendahulukan atau memperhatikan hak orang lain ketimbang hak yang dimilikinya. Ini berarti bahwa dia tidak akan merasa menang sendiri, dia tidak akan merasa pintar sendiri, dia tidak akan merasa benar sendiri, tidak melakukan korupsi dan manipulasi, karena dua perbuatan ini mengarah kepada pengambilan sesuatu yang bukan menjadi haknya, dan sebagainya.
2. Sikapnya akan membawa dampak positif atas tingkah laku seseorang terhadap orang lain, teman, tetangga dan lingkungannya. Al-Ankabut: 29-45: “Bacalah kitab (Al-Qur’an ) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan (ketahui lah) mengingat Allah (Shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah lainnya) Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”
3. Ukhuwah (kesatuan dan kerukunan umat melalui shalat jamaah, shalat jum’at, shalat idul fitri shalat idul adha ) Al Ma’un 107- ayat  1-7 : Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin, Maka celakalah orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya. Yang berbuat Riya dan enggan (memberikan) bantuan “
4. Rumah Tangga : perkawinan dengan orang yang tidak shalat nikahnya rusak.

3.    Implikasi Sholat terhadap orang yang melaksanakan :
Allah swt dalam Al Qur’an menginformasikan betapa dasyatnya peranan shalat terhadap perjalanan sejarah seseorang :“Sesungguhnya (amat) beruntunglah (aflakha) orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya”. QS. Al Mu’minun: 1-2. Perhatikan kata aflakha..! Kata tersebut memakai kalimah isim tafdhil yang berarti melebihkan makna aslinya dari asal kata falakha (beruntung). Jadi kata aflakha tidak cukup diartikan sebagai keberuntungan saja, tapi kata aflakha memiliki arti yang cukup luar biasa yakni keberhasilan, kesuksesan hidup, kejayaan karir, ketenangan hati, kedamaian rumah tangga, keindahan akhlak dan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Untuk siapa kemuliaan aflakha ini..??
1.  Pembentukan akhlak pribadi masing-masing menjadi lebih baik.
2. Media istirahat dari segala pikiran dan permasalahan Al-Munafiqun ayat 9-10 : Wahai orang-orang yang beriman  apabila telah diseru  untuk melaksanakan sholat  pada hari Jum’at, maka bersegeralah  kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli . Yang demikian itu  lebih baik bagimu jika kamu mengetahui “, Apabila sholat telah dilaksanakan maka bertebaranlah  kamu si bumi ; Carilah karunia Allah  dan ingatlah Allah  banyak-banyak agar kamu beruntung “
3.  Membentuk kepribadian, jati diri menjadi manusia yang beriman
4. Memperoleh kemuliaan Al- Muminun 23 ayat 1-2 : “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman , (yaitu) orang yang khusyu dalam shalatnya “
5. Membentuk tubuh, badan yang sehat.
6. Terhindar dari api neraka : Al-Mudasir 74 : 42-43 :”Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam neraka Saqar”. Mereka menjawab :”  “Dahulu kami tidak  termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat”
7. Memudahkan mendapatkan rejeki . Thoha : 20 ayat 132 : “ Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat  dan sabar dalam  mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki  kepadamu . Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan  akibat yang baik di akhirat adalah bagi orang-orang yang bertakwa “
8. Membina Akhlak mahmudah : Seseorang jika telah dengan mudahnya menyepelekan masalah sholat, maka ia akan menyepelekan hal-hal lainnya .
Begitu besar peran shalat/implikasinya, maka syetan menjerumuskan orang-orang yang beriman  dari sholatnya yaitu dengan :
1. Rusak Waktunya : menggoda manusia agar ia tidak melaksanakan sholat pada waktunya.
2. Rusak berjamaahnya : Menggoda manusia agar ia tidak mau ke mesjid.
3. Rusak khusyunya : Menggoda manusia agar lupa pada bacaannya, tidak memahami apa yang dibacanya atau pikirannya dibuat memikirkan masalah lain.
Dan Shalat akan memberikan implikasi yang positif bagi yang melakukannya apabila dilakukan dengan khusyu. Beruntunglah  orang beriman yang melaksanakan shalatnya dengan khusyu.
H.    Puasa dan Implikasinya dalam Kehidupan
    Pemakaian kata puasa sesungguhnya merupakan terjemahan dari bahasa arab yaitu shoum. Secara harfiah berarti diam, menahan, berhenti dari sesuatu. Puasa [shoum] dalam ajaran Islam berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan. Puasa merupakan usaha sungguh-sungguh  untuk menahan diri dari syahwat lahiriah, makan, minum, hubungan seksual, sekalipun suami istri dan sesuatu yang bersifat indrawi dan dari syahwat yang bersifat rohaniah
    Menurut pendapat Al- Ghozali, puasa memiliki tujuan agar manusia berakhlak dengan akhlak Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, yaitu contoh ketergantungan segala sesuatu kepada-Nya, dan sebisa mungkin mencontoh para malaikat di dalam menahan hawa nafsu, karena mereka adalah makhluk yang disucikan dari hawa nafsu.
    Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa puasa sangat manjur dalam memberikan perlindungan terhadap anggota badan bagian koordinasi dalam ia mencegah kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh timbunan materi yang sudah busuk. Ia mengusir macam-macam bakteri yang merusak kesehatan. Ia mengobati sakit yang berkembang dalam tubuh yang disebabkan oleh kekenyangan yang berlebihan. Puasa sangat berguna bagi kesehatan dan sangat membantu untuk dapat hidup sholeh dan takwa.
    Kewajiban puasa dan takwa mempunyai hubungan yang penting dan strategis bagi manusia, yaitu puasa menjadi salah satu sarana yang bisa membentuk insan  muttaqin. Takwa mempunyai posisi yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam untuk dapat sukses menjalankan tugas sebagai hamba dan sebagai khalifah di muka bumi.  Takwa menunjukkan sebuah kepribadian yang benar-benar utuh dan integral (stabilitas) setelah melakukan amalan-amalan yang dianjurkan Allah diserap masuk kedalam diri manusia. Takwa lebih pada tataran empiris dari sekedar teoritis. Sebuah perbuatan dapat dikategorikan bernilai takwa apabila perbuatan itu mempunyai nilai dan makna dalam kontek sosial. Karena itu, menilai ketakwaan yang dimiliki seseorang bukan dinilai oleh dirinya sendiri, tetapi yang menilai adalah orang lain.
    Ibadah puasa mempunyai dua dimensi penting yaitu : dimensi intrinsik  dan ekstrensik. Kedua dimensi tersebut adalah nilai-nilai yang menjadi tolok ukur keberhasilan ibadah puasa. Dimensi intrinsik  dapat membentuk tanggung jawab pribadi. Sedangkan dimensi ekstrensik dapat membentuk tanggung jawab sosial. Nilai instrinsik sebagai pelatihan diri menahan segala godaan yang dapat menggelincirkan godaan kepada dosa, pelatihan menahan kesabaran dan konsisten mengendalikan dorongan atas proses penyadaran akan adanya hikmah kemanusiaan yakni perasaan kemanusiaan akan derita menahan lapar.
    Pelaksaan ibadah puasa adalah merupakan tanggung jawab setiap muslim untuk dilaksanakan dalam rangka mengharap keridaan Allah swt. Bila disimak dengan teliti, inti makna puasa sebagai pranata agama ialah menahan diri dari berbagai keinginan dan kepentingan. Puasa menurut tolak ukur Islam bukan dilakukan karena, orang tidak memiliki makanan, minuman ataupun pasangan dalam melakukan hubungan seksual.
    Meskipun seluruh fasilitas tersebut tersedia sebagai milik yang sah, selama periode tertentu dalam menjalankan ibadah puasa, orang-orang yang menjadi pemilik dan penguasa fasilitas tersebut tidak diperkenankan memanfaatkannya. Alasan pelarangan penggunaan fasilitas tersebut menjadi rahasia bagi kita, karena Allah sama sekali tidak memberikan keterangan dalam bentuk apapun, pada hal saat barang-barang dari segi substansinya adalah halal dan baik menurut tinjauan manusia, sebagai bekal dalam melakukan berbagai aktivitas dan kehidupannya di alam semesta ini.
    Kalau kita kaji dari berbagai ayat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, memang secara eksplisit Allah menegaskan bahwa, puasa itu harus dilakukan agar dapat menimbulkan rasa “Taqwa” sebagaimana ungkapan Al-Qur’an yang menyatakan “La’allakum tattaqun”, demikian juga lewat hadisnya Rasulullah memberikan penjelasan bahwa puasa biasa disamakan dengan “perisai” dan harus dijalankan dengan alasan iman saja tanpa menyandarkannya pada kepentingan dan maksud lain.
    Dalam takwa terkandung pengendalian manusia akan dorongan emosinya dan penguasaan kecenderungan hawa nafsu manusia pada tingkah laku buruk, menyimpang, tercela, permusuhan dan kezaliman. Untuk itu manusia dituntut untuk bisa menahan hawa nafsu. Ini berarti ia memenuhi dorongan-dorongan itu dalam batas yang diperkenakan oleh ajaran agama. Selain itu terkandung perintah kepada manusia agar ia melakukan tindakan yang baik.
    Orang-orang yang bertakwa mempunyai keutamaan yang mampu menghadapi berbagai persoalan hidup, mampu menghadapi saat-saat yang kritis, dapat mendobrak jalan-jalan yang buntu yang menghambat, dan bisa menerangi jalan ditengah kegelapan gulita. Dengan kata lain takwa membuktikan sebagai jalan keluar dari setiap persoalan dan situasi kritis.
    Puasa merupakan salah satu perisai penting dalam Islam yang amalan-amalannya banyak takwa. Esensi dari takwa adalah untuk mengendalikan individu dan kelompok dari perilaku yang menyimpang, baik menyimpang dalam perilaku, pola pikir, ucapan maupun tindakan. Seseorang yang puasa pada hakekatnya sedang memperkokoh tali hubungan dengan Allah swt., jika manusia berusaha mempererat tali hubungan dengan Allah secara langsung, maka ingatan kita senantiasa terpancang kepada-Nya.
Puasa Sebagai Wahana Pendidikan
Ibadah puasa lebih banyak menekankan kesadaran dan keyakinan pelakunya dalam melaksanakan kewajiban dari Zat Yang Maha menentukan corak dan warna kehidupan manusia. Semua proses spekulatif dalam menjalankan ibadah puasa dari sudut simbolisme, pada hakekatnya tidak terlepas dari kehidupan manusia. Artinya melakukan ibadah puasa sebagai bentuk kepasrahan mutlak terhadap Allah swt. Karena itu orang tidak perlu mengetahui jawaban atas pertanyaan apa sebetulnya manfaat berpuasa, tetapi harus membulatkan tekad untuk melakukan puasa. Menurut pendapat Abu Su’ud; “puasa adalah salah sebuah simbol kepasrahan diri, suatu sikap yang menunjukkan adanya pemahaman yang tinggi terhadap sikap hubungan antara manusia dengan Tuhan.
   Apabila pendapat tersebut ditelaah dengan pendekatan kerangka berpikir Al-Qur’an, maka puncak hubungan antara Tuhan dengan manusia itu disifatkan oleh Allah dalam Al-Quran sebagai hubungan antar kekasih, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:“Katakanlah kalau kalian mencintai Allah, maka ikutlah Daku, Allah mencintai kalian, lalu memberi kalian ampunan, dan Allah itu memang Maha Pengampun dan Penyayang. (Q.S. Ali-Imron: 31)
Dari sinilah tampak adanya nilai pendidikan dalam ibadah puasa yang diajarkan oleh agama Islam. Dalam Islam puasa dinyatakan sebagai sarana pernyataan secara mutlak kepada Allah swt. hal ini disebabkan karena manusia menyadari betapa baiknya hubungan antara Allah dengan hambanya, sebagai hubungan Cinta Kasih yang akan dapat memberikan keberuntungan.
Bila kita renungkan dari penjelasan di atas akan semakin jelaslah pengaruh pelaksanaan ibadah puasa bagi pendidikan, dimana tidak dicari-cari bila dinyatakan bahwa, ada beberapa aspek lain dari perubahan sikap dan perilaku manusia, diantaranya dalam hal dispensasi menjelaskan puasa Allah menaruh sasaran perubahan sikap itu dalam aspek pemahaman (kognitif), yaitu,…”inkuntu ta’lamun”(al-Baqarah/2: 184). Setelah memberi tahu pentingnya bulan Ramadhan, bagi kelangsungan hidup umat manusia, karena Ramadhan itu merupakan bulan diturunkan Al-Qur’an, Allah menghendaki kita manusia untuk pandai bersyukur dengan jalan melakukan puasa setiap bulan Ramadhan datang, hal ini dinyatakan Allah dengan bahasa” La’alllakum tasykurun”( Al-Baqarah/2: 186).
Ketika Allah kembali menerangkan hakekat puasa, adalah berpantang, tidak boleh makan, tidak boleh minum tidak boleh  berhubungan dengan suami-istri, selama waktu menjalankan puasa, sekali lagi dalam kontek ini Allah menjelaskan dan mengharapkan kepasrahan mutlak dengan menyatakan ;”La’allakum tattaquun”( al-Baqarah/2: 187). Semakin jelas yang penulis paparkan, bahwa tiga macam sasaran bagi perubahan sikap yang dikehendaki oleh Allah dalam menjalankan ibadah puasa itu perinciannya adalah:
• Pertama; perubahan sikap yang bersifat kognitif, yaitu ketika menerima informasi tentang seluk-beluk yang terkait dengan pelaksanaan ibadah puasa yang harus dijalankan oleh setiap muslim.
• Kedua; perubahan sikap yang bersifat afektif yaitu ketika manusia mengetahui hakekat puasa adalah masa berpantang untuk mengendalikan dari dari berbagai kepentingan dan keinginan yang dilarang dalam menjalankan puasa, masa ini adalah  merupakan periode penggemblengan jiwa sosial dan mental jihat keagamaan.
• Ketiga; perubahan yang dikehendaki oleh Allah itu berupa sikap yang bersifat kecenderungan untuk berbuat dengan melakukan puasa dibulan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an.
Ketiga perubahan sikap tersebut merupakan hasil proses pendidikan yang dilakukan lewat puasa sebagai kewajiban beragama. Ibadah puasa merupakan perilaku Islami yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh setiap  muslim. Hal ini semakin jelas bahwa puasa sebagai sarana pendidikan dimana puasa diasumsikan memiliki kemampuan untuk merubah sifat seseorang ataupun anak yang sudah mumayis menjadi  mengetahui seluk-beluk yang terkait dengan puasa, merasa yakin akan kebenaran puasa sebagai perintah agama yang harus ditaati sebagai bukti kepatuhan dan kepasrahan., dan pernyataan syukur kepada Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi kehidupan manusia menuju kesempurnaan hidup yang diridai oleh Allah di dunia dan di akherat.
Pandangan ini selaras dengan pendapat Mansur Abadi Zadiana yang menyatakan; “Puasa merupakan pendidikan bagi keutamaan akhlak dan memperkuat jiwa kebaikan  dan membiasakan manusia untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang rendah.” Setelah sebulan penuh orang beriman melakukan puasa untuk menjaga dan mengarahkan perasaannya, lidah, gharizahnya, solidaritasnya agar tidak terjatuh dalam keburukan dan penyelewengan yang merugikan. Karena itu pelaksanaan ibadah puasa harus dilakukan dengan dasar iman, ikhsan, ikhlash, dan tertib dan rajin (istiqamah).
Ibadah Puasa Membina Kedisiplinan
Sebagai mana dalam pembahasan yang sudah penulis paparkan, bahwa di dalam ajaran Islam ibadah puasa dilakukan untuk meninggikan kualitas manusia yang di dalam bahasa Al-Qur’an disitir dengan sebutan Takwa. Berdasarkan hal ini, maka puasa sangat berhubungan erat, dengan pemberdayaan sumber daya manusia yang telah menjadi trend decade komtemporer. Kalau kita berbicara mengenai kualitas manusia, maka cakrawala pandangnya menjadi sangat kompleks dan mendalam, demikian juga apa bila dikaitkan dengan kedisiplinan yang mempribadi pada diri seseorang. Namun demikian itu pun merupakan kaitan yang cukup sederhana dan mudah untuk dinalar bagi yang mau berpikir secara serius dan mendalam.
Disebutkan dalam Al-Qur’an, bahwa “bagi Allah yang paling mulia di antara manusia adalah mereka yang paling bertaqwa” ( Q.S. Al- Hujurat ;13). Ini mengandung pengertian bahwa dalam pandangan Islam, tidak membedakan laki-laki, wanita, dewasa, anak-anak, suku, ras, kaya atau miskin dan sebagainya. Islam dalam kerangka berfikir ini benar-benar menyapa manusia secara individual yang menentukan hanyalah kualitas ketakwaan. Tolok ukurnya individu dalam mendisiplinkan diri pada berbagai perintah yang harus dilaksanakan dan larangan yang harus ditinggalkan, demikian juga yang mengetahui kualitas ketakwaan seseorang hanyalah Allah semata. Oleh karena itu manusia tidak berwenang untuk menghakimi tingkat kepatuhan dan kepasrahan seseorang dalam aktivitas ibadah.
Agama Islam menjunjung tinggi persamaan antara manusia dan warga masyarakat, demikian juga dalam Islam menjunjung tinggi kedisiplinan sebagaimana dalam surat Al-Insyiroh dinyatakan “  Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sesungguhnya urusan yang  kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap” (Q.S. Al-Insyiroh : 7-8).
I.    Zakat dan Implikasinya dalam Kehidupan

    Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin.Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi.Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial.Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas,kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.Pemahaman sholat sudah merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat.
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Surat Al-Baqaraah 276, artinya: “Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah”. Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore :
Sedangkan menurut terminology Syari’ah zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu.
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt. Disamping itu kekayaan yang ada ditangan para nabi adalah titipan dan amanah Allah swt yang tidak dapat diwariskan.
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1. Harta yang Halal dan Baik
            Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah”
2. Harta Produktif (Nama’)
            Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadist Rasulullah saw riwayat Muslim: Artinya: “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya”.
3. Milik Penuh dan Berkuasa Menggunakannya
Pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta adalah Allah swt, tetapi Allah swt memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan memanfaatkannya secara penuh. Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan Islam.
4. Mencapai Nishab (Standar Minimal Harta yang dikenakan zakat)
            Kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkenak kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Tidak wajib zakat kecuali orang kaya” (HR Bukhari, mualaq dan Ahmad, mausul)
5. Surplus dari Kebutuhan Primer dan Terbebas dari Hutang
Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan bagi orang kaya sesuai hadist, “tidak wajib bayar zakat kecuali orang kaya”. Manakala pendapatan seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat. Hal ini juga dikuatkan oleh ayat Al-Qur’an surat Al-Baqaraah 219, artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “Yang lebih dari keperluan”. Menurut Ibnu Abbas ‘sesuatu yang lebih’ adalah ‘sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga’.
Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas dari hutang. Karena hutang merupakan beban yang harus ditunaikan. Walaupun seseorang memiliki banyak kekayaan tetapi jika memiliki banyak hutang maka tidak termasuk orang kaya yang harus membayar zakat, apalagi jika hutangnya lebih besar dari kekayaan. Dan dalam Islam, seseorang yang memiliki banyak hutang disebut ghariim yang berhak menerima zakat. Jika melihat fenomena sekarang dimana mayoritas manusia memiliki hutang, maka terdapat pendapat yang baik dana patut dipertimbangkan, yaitu hutang yang terbebas dari zakat adalah hutang yang jatuh tempo.
6. Haul (Sudah Berlalu Setahun)
            Disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud: Artinya: “Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun”Ulama tabi’in dan fuqoha sepakat tentang ketentuan haul pada beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dll. Dan haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, barang tambang dll. Untuk hasil pertanian disebutkan dalam surat Al An’aam aya 141, artinya: “Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilmu (dengan dikeluarkan zakatnya)”.


Dalam buku-buku Fiqh, harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam yaitu Zakat Harta dan Zakat Fitrah. Kemudian Zakat Harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sbb.:
1. Zakat Emas, Perak dan Perhiasan
2. Zakat Hewan dan Produk Hewani
3. Zakat Pertanian dan Hasil Bumi
4. Zakat Barang Perdagangan
5. Zakat Rikaz dan Barang Tambang


SELESAI
TERIMAKASIH

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MENGUNJUNGI BLOG INI :)

TERIMAKASIH SUDAH MENGUNJUNGI BLOG INI :)